Senja

Rabu, 27 Oktober 2010

Di Kaki Gunung Merapi

Rabu pagi,
Kabar itu membawa gemuruh dalam dadaku. Terlintas semua kenangan-kenangan yang kulalui di lembah sejuk di kaki gunung Merapi itu. Kalikuning.


Teringat pertama kali aku datang, disambut lantunan merdu adzan Isya'. Menggigil, kurapatkan jaket putih hasil meminjam dari seorang sahabat, tapi mataku terpaku pada masjid itu. Gema takbir solat Isya' dilanjutkan solat teraweh yang terdengar syahdu membuat aku terdiam. Tak lama, mbak yang sedari tadi bersamaku mengantarku ke sebuah pondok yang asing masih dalam suasana sangat dingin dan remang, lampu tak pernah bersahabat di sana.
Dan aku menemukan senyum-senyum manis mereka...
(Mitha, Ika, Qiqi, Resi, Fatin, Dini, Yekti, mbak Umi dan mbak Nur)


Hari-hari selanjutnya adalah hari yang sangat hebat dalam hidupku.
Aku menemukan semangat juang, aku menemukan keindahan yang luar biasa, aku menemukan ukhuwah, aku menemukan jati diri sebagai mahasiswa muslim, aku menemukan Islam, aku menemukan Allah... 
Mereka, yang berada di sekelilingku, adalah orang-orang hebat. Ya, mereka adalah the choosen people, dan betapa beruntungnya aku berada di tengah mereka.


26 Agustus 2010,
hari terhebat selama empat hari di sana.
Ketika emosi kami tersulut, terbakar, semangat memperjuangkan hak yang seharusnya ada. Kami maju!
Ah, yel-yel itu, megaphone itu, kertas-kertas itu, cat samson, kuas, kamera, kantong-kantong air, dan tanah dingin kawasan perkemahan itu jadi saksi. Kami adalah pejuang sejati!
Dan tawa setelahnya telah mengikat kami, lebih dari sekedar keluarga. Kami berjanji setia disaksikan udara dingin, mentari yang mengintip, dan genting-genting basah pondok kecil di kaki gunung itu.


Hmmm...
Masa-masa itu, mana bisa aku lupakan. Jauh-jauh dari Sumatera, bukan hal biasa bisa bertemu dan solat diimami mbah Marijan (semoga beliau mendapatkan yang terbaik di sisi Allah). Di sana juga aku bertemu sosok hebat yang telah membakar motivasiku.
"Ayo, anak semester 1!"
 DM1 Ramadhan Ceria Allahuakbar!

Udara yang begitu sejuk, ditemani aroma manis rumput para pemilik sapi. Lansia-lansia perkasa yang memikul keranjang di pundaknya. Tunas-tunas pohon yang baru ditanam berderet sekitar lahar dingin. Rangkaian edelwhis yang memikat hati.


Semua kini jadi puing...
Hanya meninggalkan warna kelabu dalam sujud bisu...


"Allah,
 kami paham ketetapan-Mu. Kami siap. Seagaimana yang telah kami tulis di surat wasiat kami masing-masing. Kami di sini karena-Mu dan akan kembali kepada-Mu,"


Tempat kammi dilahirkan
jiwa-jiwa kammi bermetamorfosis bersayap indah semangat juang,
kini luluh,
terhanyut lahar masa...

Begitu kisah yang ditulis Allah,
Tentang kenangan terakhir kammi,
bersama sejuk udara di kaki-kaki langit,
bersama getar jiwa-jiwa perindu jaya Islami...

Kammi mengenangmu...
Kalikuning...

1 komentar:

  1. Subhanallah.. saya yang orang Jogja malah belum pernah ketemu sama mbah Maridjan..

    BalasHapus