Senja

Kamis, 24 Februari 2011

Kebencian itu Bukan pada Kemuliaannya


Satu lagi kemuliaan Rosulullah saw yang membuat hati makin mengagumi kekasih Allah ini.

Seperti yang kita tahu, setelah dakwah terang-terangan yang dilakukan Rosulullah di bukit Shafa, kaum Quraisy mulai memusuhi Rosulullah. Quraisy merasa tersinggung atas pernyataan Rosulullah. Mereka menganggap Rosulullah telah menghina tuhan-tuhan (berhala-berhala) mereka, mencela agama mereka, menganggap bodoh mimpi-mimpi mereka, menganggap sesat leluhur mereka.
Sehingga mereka menjadikan Rosulullah sebagai sasaran kejahatan. Mereka menghalalkan segala cara demi menghentikan dakwah Rosulullah. Salah satunya menyusun rencana pembunuhan keji terhadap Rosulullah. Mereka memilih seorang pemuda yang kuat dan terhormat dari setiap kabilah untuk mengepung Rosulullah di rumahnya. Masing-masing pemuda akan menebaskan pedangnya satu kali, sehingga nantinya diyat (denda)-nya terbagi kepada seluruh kabilah. Sedemikian rupa sehingga Bani Abdi Manaf tidak akan mampu memerangi seluruh kabilah. Namun karena kuasa Allah, rencana mereka gagal.

Maka kami menutupi mereka, hingga mereka tidak melihat.” (QS. Ya Sin: 9)

Mereka tidak menyadari bahwa Rosulullah telah pergi dan yang ada di dalam rumah Rosulullah tersebut ternyata adalah ‘Ali bin Abi Thalib. Akhirnya mereka pulang dalam keadaan gundah dan malu.

Begitulah, kaum Quraisy sangat memusuhi Rosulullah. 

Namun aneh. Dalam kenyataannya, kepercayaan mereka terhadap sifat amanah, kejujuran dan kesetiaan Rosulullah tetap sangat besar. Tergambar dalam kisah keberangkatan Rosullah untuk berhijrah ke Madinah. Ketika itu, setiap orang yang merasa khawatir terhadap barang miliknya, yang takut hilang atau dicuri, selalu menitipkannya kepada Rosulullah karena beliau dapat dipercaya. Sehingga banyak barang-barang titipan di rumah Rosulullah. Maka ketika beliau akan berangkat berhijrah, beliau memerintahkan ‘Ali ra. agar tidak meninggalkan Makkah sebelum mengembalikan barang-barang tersebut kepada para pemiliknya.

Maha Suci Allah, sungguh pertentangan yang aneh. Bagaimana mungkin seseorang yang sangat dibenci oleh kaumnya bahkan hendak dibunuh, namun masih dipercaya untuk menjaga harta milik mereka. Maha Benar Allah Yang Maha Agung dengan firman-Nya:

Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah bersedih hati) karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (QS. Al-An’am: 33)

Maha suci Allah. Berkaca melalui sepenggal kisah Rosulullah di atas, muncul sebuah pertanyaan: “bagaimana dengan diri kita?”

Kita yang selama ini selalu berusaha meluruskan niat untuk berjuang di jalan Allah, yang meyakini diri telah berada di jalan yang paling benar, yang telah mengorbankan ketenaran (atau apapun namanya) demi Islam yang mulia ini, tapi selalu saja ada rintangan yang seringnya berupa orang-orang yang menolak, menentang, bahkan mencemooh. Mari kita renungkan. Benarkah orang-orang tersebut membenci kita karena amal yang kita bawa, menolak kita karena keyakinan yang kita coba ajarkan, mencemooh kita karena telah mencoba memberi pelita dalam gelapnya jalan yang mereka lalui, atau karena diri kita sendiri yang memang pantas dibenci?
Karena Islam atau karena tutur bahasa kita yang kasar dan selalu menyakiti hati?
Karena Ibadah atau karena keangkuhan kita yang tanpa disadari telah membuat mereka ilfeel terhadap agama ini?
Karena kebenaran atau karena sikap kita yang sangat menjaga jarak dengan mereka yang kita anggap belum mendapat hidayah?

Benarkah?
Atau hanya kita yang merasa paling benar?

Lihatlah pancaran sifat amanah Rosulullah yang tak redup meski kebencian telah membentuk gumpalan awan gelap di hati kaum Quraisy. Beliau tak pernah bersikap keras terhadap orang-orang yang menghina bahkan berbuat kejahatan padanya. Beliau tak pernah merasa senang hati melakukan peperangan terhadap kaum kafir, kecuali atas izin Allah.

Maha Suci Allah, shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rosulullah.

Saudaraku, mari kita renungkan lagi kesucian hati kita. Karena apa-apa yang terlihat dalam perilaku pastilah berasal dari hati. Semoga perjuangan yang kita lakukan dapat menjadi kontribusi nyata dalam upaya kemenangan Islam, dan bukan malah menjadi perusak perjuangan dan perusak citra Islam yang membuat orang-orang semakin jauh dari agama Allah ini.


Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya, di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah pada pendengaranku cahaya. Jadikanlah pada penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku cahaya. Jadikanlah di atasku cahaya, dari bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah kepadaku cahaya dan jadikanlah aku cahaya.”
(HR. Muslim dan Abu Dawud)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar