Dalam realitas masyarakat, pembelajaran seni rupa menjadi suatu pelajaran yang dipandang sebelah mata. Seni rupa menjadi anak tiri yang dianggap tidak penting. Atau malah dianggap sebagai perusak karakter, karena melihat banyaknya fakta bahwa orang-orang seni adalah ‘manusia aneh’ yang tidak seperti manusia kebanyakan. Hal ini tentu saja tidak benar.
Dalam tulisannya, Altaf menyebutkan bahwa sebagai materi pembelajaran, mata pelajaran seni memiliki peran penting dalam membentuk karakter peserta didik –dalam hal ini Altaf mengkhususkan bidang sains-. Guru perlu memahami hal ini agar tujuan pembelajaran tercapai.
Eisner (1972) dan Chapman (1978) mengatakan bahwa, arah atau pendekatan seni baik itu seni rupa, seni seni, seni tari ataupun seni teater, secara umum dapat dipilah menjadi dua pendekatan, yakni seni dalam pendidikan dan pendidikan melalui seni.
Pertama, seni dalam pendidikan merupakan sebuah program yang mengharapkan siswa pandai dalam bidang seni. Pandai menggambar, pintar menyanyi, terampil dalam menari, pandai memainkan alat seni dan sebagainya. Seni dalam pendidikan ini sejalan dengan konsep pendidikan yaitu sebagai proses pembudayaan yang dilakukan dengan upaya mewariskan atau menanamkan nilai-nilai dari generasi tua kepada generasi berikutnya. Kedua, pendidikan melalui seni. Plato menyatakan bahwa seni seharusnya menjadi dasar pendidikan. Dari pendapat ini bisa dipahami bahwa sesungguhnya seni atau pendidikan seni mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pendidikan secara umum.
Konsep pendidikan melalui seni juga dikemukan oleh Dewey bahwa seni seharusnya menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan bukannya untuk kepentingan seni itu sendiri.
Memperhatikan teori perkembangan kognitif oleh Jean Piaget. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat anak memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti bahwa anak membangun kemampuan kognitifnya melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
2. 2. Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
3. Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
4. 4. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Salah satunya periode Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Dalam hal ini pendekatan yang paling efektif adalah melalui pembelajaran seni rupa. Demikian juga periode usia berikutnya. Peserta didik cenderung mudah memahami makna suatu pelajaran melalui metode dan alat raga seni rupa.
Seni rupa merupakan pelajaran yang menggunakan otak kanan. Dengan ini pembentukan sikap dan emosional (EQ) dapat terbentuk. Dalam berkarya, peserta didik juga dituntut untuk memperhatikan nilai estetis. Setiap karya akan dipertanggungjawabkan setelah masuk ke masyarakat. Di sini nilai moral, sosial dan kesopanan juga di asah. Maka melalui pendidikan melalui seni tercapai tujuan pendidikan yaitu keseimbangan rasional, emosional, intelektual dan kesadaran estetis.
Jika dalam realita terlihat bahwa seni rupa malah merusak karakter, itu hanya karena kesalahan dalam pemaknaan pembelajaran seni rupa oleh masyarakat atau peserta didik itu sendiri. Guru dalam hal ini tentu saja memiliki peranan penting, mengarahkan dan membimbing peserta didik dalam pembelajaran seni rupa. Guru juga dituntut untuk dapat menggunakan berbagai media pembelajaran yang memadai agar tujuan pembelajaran seni rupa dapat tercapai.
Referensi:
http://imammujtaba.wordpress.com/2009/01/11/pengembangan-pembelajaran-sains-anak-usia-tk-b-melalui-seni-rupa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar