Sabtu, 13 November 2010

Cerita Rakyat


Sore itu, antara panasnya kemarau di bulan Mei.
Aku duduk di bawah pohon rambutan yang daunnya kering menguning.
Ella datang lalu duduk tepat di sampingku.
“ Ada apa gerangan? Wajahmu seperti seragam belum di setrika?”
“ Aku dimarah ibu karena minyak.”
“ Aneh, bukankah lebih baik ibumu berdemo di depan istana.
Aspirasinya akan lebih didengar.”
Aku menghela nafas panjang, kulanjutkan.
“ Hidup memang susah,
Aku tak habis pikir, mana kebijakan pemerintah?
Apa mereka tidak mendengar jeritan rakyat yang tercekik krisis,
Mereka seakan tutup telinga,
Kemana janji-janji manis mereka yang lalu,
Mungkin…
Hilang ditelan kemarau bulan Mei.”
Kali ini Ella menghela nafas.
“ Coba bayangkan, La!
Uang yang rakyat dapat dari setiap keringat yang mereka teteskan.
Habis dirampas minyak.
Bagaimana rakyat tidak menjerit! Mereka terjepit!
Rakyat sudah sakit, ditambah lagi penyakit.
Ini lebih parah dari 12 tahun yang lalu.
Apa perlu kita adakan lagi gerakan 1998?”
Ella bangkit dari duduknya, membersihkan bajunya yang penuh daun kering.
Ia berlalu. Ucapnya….
“ Kamu mirip sekali dengan Capres saat musim kampanye.
Daftarkanlah dirimu untuk pemilu tahun depan.
Aku akan memilihmu…..”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Komunitas Blogger Muslim